Pages

Banner 468 x 60px

 

Minggu, 17 Desember 2017

SAYA TIDAK BUTUH PAHLAWAN !!!

0 komentar
Masih teringat saya ketika di Ambarawa, saya berdiri menatap patung yang besar itu...
Patung itu didedikasikan kepada jenderal besar yang pertama di Indonesia, yakni Sudirman. patung setinggi 7 meter itu berdiri gagah sambil menghormat, menghadap ke barat laut...

Setiap orang yang pertama melihatnya mungkin merasa takjub, termasuk saya di kala itu...

Namun mengapa kini saya merasa risih dan miris melihatnya?

Setiap tanggal 10 November, Taman Makam Pahlawan di setiap provinsi pasti diisi, paling tidak oleh serombongan saja, yang menabur bunga ke pusara para pahlawan. Terkadang, "jalan panjang" menuju taman peristirahatan jasad tersebut dilakukan, sampai badan dicat bertuliskan "10 November". terkadang lagi, lilin dinyalakan di malam hari sambil bergerombol dan menanyi lagu-lagu pahlawan yang sedu.

Konsep Pahlawan Nasional yang ditawarkan pemerintah menghasilkan banyak sekali semua simbolisasi semacam di atas, dan masalah lain timbul kemudian...
Mulai dari Gajah Mada, yang diangkat sebagai tokoh pemersatu Nusantara dalam buku-buku sejarah, di mana tidak ada jalan manapun di Jawa Barat yang memakai nama tersebut mengingat luka lama yang ditorehkannya. Pattimura, atau Thomas Matulessi, sebagian orang menganggap beliau adalah seorang Islam, dan namanya yang benar adalah Ahmad Lessy.

Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai, sempat digugat kepahlawanannya oleh beberapa orang Mandailing karena kekerasan mereka, dan ulah salah seorang pengikutnya di Pasaman dan Tapanuli, dan betapa orang Minang dan Melayu bersemangat menggugat melindungi pahlawan kesayangannya.

Dan kini, setiap organisasi yang mempunyai anggota terpilih sebagai Pahlawan Nasional, saling berbangga dengan pahlawannya itu...

Kalau pahlawan nasional diadakan sekedar agar kuburan mereka ditaburi bunga, monumen peringatan mereka ditinggikan, serta semua simbolisasi lainnya, yang akan ditinggalkan takkala upacara telah selesai...

Kalau pahlawan nasional dijadikan untuk berlomba-lomba, suku mana yang paling banyak menghasilkan pahlawan, organisasi mana yang banyak pahlawannya...

Maka saya tidak butuh pahlawan!!!

Ke mana Bhineka Tunggal Ika, kalau masih membuka jahitan luka lama? Ke mana persatuan kalau masih menyingkap aib duka? untuk apa pahlawan kalau dibuat berbangga-bangga antar suku, agama, ras, dan antar golongan belaka? Saya tidak butuh!!!

Itu penghinaan bagi saya, seandainya saya dijadikan pahlawan oleh mereka...mungkin arwah saya berteriak memaki generasi ini "mengapa tak kau lanjutkan perjuanganku ...bunga saja yang kau tabur di pusaraku...tak butuh bagiku bunga itu, habis dimakan layu, takkan meresap ke tanah kuburku...dengan suka cita kau injak-injak makamku, dengan pesta pora kau habiskan perjuanganku"

Tapi entahlah...seberapapun perhatian yang saya renggut, sekeras apapun saya menjerit, semanis apapun kata saya buat, tidak ada yang berubah. Toh tidak banyak yang memperhatikan posting ini, setidaknya beberapa orang yang berbesar hati melirik walau sedikit dan merenungkannya. Toh saya hanyalah orang biasa, orang besarlah yang punya kebijakan. Toh saya hanyalah manusia, yang bisa benar dan bisa salah...

...dan patung itu sampai sekarang terus menatap ke barat laut seraya menghormat...entah kepada siapa hormat yang ditujunya, barangkali Ka'bah di Mekah sana...


Padang, 14 November 2017


IBNU SALIM BAJAMBEK

0 komentar:

Posting Komentar

 
HMJ Sejarah UNP © 2017-2018