Pages

Banner 468 x 60px

 

Minggu, 04 Maret 2018

KAU; KOMBINASI SEMPURNA ?

0 komentar

Ada rasa lain setiap kali wajah itu ku tatap lamat. Wajah dengan kombinasi yang begitu sempurna; mata biru dengan kelentikan bulu matanya, dihiasi hidung mancung dan bibir merah kehitam-hitaman yang merekah, kulit lembut laksana awan pagi yang meyejukkan mata setiap kali memandang ke arahnya, begitu serasi.

Wajah yang sungguh sampai saat ini tak ku temukan kosa kata yang tepat untuk mewakilinya. Jika ku sebut cantik, dia terlalu manis jika hanya dikatakan cantik, dan kalaupun ku sebut manis, ah... rasanya semua madu, gula, atau apalah... yang meskipun dikumpulkan dari segala penjuru negeri, akan kalah jauh jika kusandingkan dengan wajah itu.

Delia, begitulah orang-orang menyapanya. Tetapi aku lebih “intim” memanggilnya Yaya.

........................................................

“Kevin...?”
Seseorang tiba-tiba memanggilku dari arah belakang. Perlahan ku alihkan pandanganku pada sumber suara itu. Dia adalah Yaya. Seketika ritme jantung ini berdetak tak normal dari biasanya, menyaksikan seseorang dengan kombinasi wajah yang sempurna ada di hadapanku. Ya Tuhan.... apakah ini yang namanya cinta. Jika ada masa dimana waktu berhenti berputar, maka saat ini juga aku ingin hal itu berlaku. Aku ingin tetap menatap wajah dengan kombinasi yang sempurna ini lebih lama lagi.

“Vin... kamu gak apa-apa kan..?”
“Eh.. maaf aku ngelamun tadi...”
“Siang-siang bolong kayak gini masih ngelamun juga...”
“Eh eh... jangan salahkan aku dong... ini salah orang tuamu tauk...”
“Hah.. kok malah orang tuaku yang disalahkan... emang apa hubungannya...”
“Ya sudah jelas salah orang tuamu lah... Punya anak manis kayak gini. Gimana orang tidak ngelamun melihatnya coba...”

Secercah senyum mekar dari bibir indahnya. Sontak pula jantung ini berdetak tak menentu. Ya Tuhan, inikah bidadari surga yang kau janjikan untukku...

“Sudahlah, rayuanmu tidak akan pernah habis setiap kali bertemu aku. Kalau kayak gini gak jadi kita buat tugasnya...”

Yaya adalah teman sekelasku. Kami adalah mahasiswa semester 6 salah satu kampus ternama di Bandung. Sepeti halnya mahasiswa lainnya, hari-hari kami disibukkan dengan tumpukan tugas yang tanpa sedikitpun bersikap humanis. Belum lagi harus membagi waktu untuk beraktivitas di organisasi yang kami ikuti. Semuanya memerlukan manajemen waktu yang tepat.

“Kamu bawa bukunya kan...?”
“Kalau kamu yang minta pastilah ku bawa. Ini....”
“Hah.. bukan buku ini Kevin... tapi buku Filsafat Ilmu...”
“Eh eh maaf... salah ya..”
“Masih ngelamun juga...”
“Habis...”
“Ah sudahlah, pasti ngegombal lagi. Gak selesai-selesai tugas ini nanti...”

.......................................................

Entah apa yang terjadi padaku hari ini. Buku Filsafat Ilmu yang diminta Yaya malah buku Psikologi Pendidikan yang ku berikan padanya. Semuanya jadi serba salah. Tapi sekali lagi ini bukanlah salahku. Salah siapa ? yap, benar. Salah orang tua si pemilik wajah kombinasi sempurna ini.

Suara hape ku tiba-tiba berbunyi. Randa, salah seorang teman kos ku menelpon.

“Vin, kunci kos kau  tarok di mana ?”
“Astagfirullah... kuncinya kebawa. Aku di kampus sekarang. Tunggu bentar ya.. aku selesaikan tugasku sebentar...”
“Oke, cepat ya...”
“Sip sip...”

.................... Hening sejenak.

“Siapa yang menelponmu ?”
“Kawanku, kunci kos kebawak ke kampus. Aku lupa menitipnya ke kamar sebelah tadi pagi. Habisnya... tak sabaran ingin ketemu kamu...”
“Eh ada terus celahmu ngegombal ya... Ya udah, kamu pulang aja duluan. Biar aku saja yang selesaikan tugas ini.”
“Nanti saja, aku selalu menantikan saat-saat seperti ini kau malah menyuruhku pergi...” ucapku dengan sedikit wajah cemberut.

Yaya tertawa. Tampak gigi putih yang berderet rapi dihiasi dua taring yang tertancap manis.
“Jika seandainya kamu adalah vampir, maka kamu satu-satunya vampir termanis dari sekian banyak vampir perempuan yang ada dan aku akan rela mati untuk berulang kali oleh gigitan taring manismu itu...” gumamku dalam hati.

“Kan kawanmu sedang menunggumu. Mana tauk pentingkan...”
“Ya udah aku pulang dulu ya...
“Iya iya..”
“Kamu jangan gigit orang di sini ya...”
“Hah... apa maksudmu..”
Tak begitu kujelaskan ucapanku barusan. Seraya tertawa perlahan menjauh meskipun kaki terasa begitu berat meninggalkan sipemilik wajah berkombinasi sempurna ini.

***

“Kevin.... Kevin... !!!”
Kevin sudah terlalu jauh untuk mendengar suaraku. Padahal aku ingin mengembalikan buku catatan hariannya yang ketinggalan saat membuat tugas bersamaku.

“Ya sudahlah... aku bawa pulang saja bukunya. Besok di kampus aku kembalikan lagi...” gumamku

...................................................................

Hari masih begitu pagi. Sejuk pun masih begitu betah menjamah tubuhku. Semburat kuning keemasan dari ufuk timur menyelinap masuk dari balik ventilasi kamarku. Perlahan ku tarik selimut bermotif flora dari tubuhku dan dengan sigap membuat secangkir teh hangat.

Baru pukul 06.15 WIB. Masih ada waktu untuk rehat sejenak untuk menjamu pagi sebelum berangkat ke kampus. Hari ini kami masuk kuliahnya agak telat, dikarenakan dosennya tidak bisa hadir seperti biasa sebab ada urusan keluarga. Jadi perkuliahan hari ini disepakati mulai jam 08.30 WIB.

Ditemani secangkir teh hangat seraya mengambil novel yang tak kunjung kuselesaikan. Tetapi tanpa sengaja, tanganku menyenggol dan menjatuhkan sebuah buku kecil yang berpaspasan dengan novel tersebut. Salah satu halaman buku tersebut pun dengan molek terbuka, “KOMBINASI SEMPURNA”

Ini adalah buku catatan harian Kevin yang ketinggalan di kampus kemaren. Sontak aku pun penasaran untuk membaca bagian “Kombinasi Sempurna” ini secara keseluruhan.

.......................................................
“Kombinasi Sempurna”
Tujuh September Dua Ribu Lima Belas - tatkala hujan membasahi seantero Kota Bandung. Hari itu mungkin biasa-biasa saja bagi orang lain, tapi tidak dengan ku. Hujan yang mendatangkan hawa sejuk memaksa aku untuk sejenak ke salah satu kantin yang ada di kampus. Kopi hitam adalah pilihanku saat itu. Kopi hitam yang selalu menjadi pilihanku bukanlah sesuatu yang tanpa alasan. Setidaknya ada nilai kehidupan yang bisa ku ambil dari secangkir kopi hitam, yakni tak selamanya yang pahit tak bisa dinikmati.
Tapi bukanlah kopi hitam yang kumaksud Kombinasi Sempurna. Tapi dia, seorang gadis berhijab toska yang sedang duduk di depanku, tepatnya tiga meter dariku, karena setidaknya ada tiga meja yang membatasi antara aku dan dia. Waktu itu aku sedikitpun tak mengenalnya. Sampai ketika aku hendak berdiri untuk membayar secangkir kopi hitam yang telah habis ku seduh kepada Neng Kasir. Tapi sialnya dompetku tertinggal di kos. Dengan alasan lupa membawa dompet aku mengemis kepada Neng Kasir untuk menunda pembayarannya sampai aku jemput dompetku di kos. Tapi sialnya lagi, Neng Kasir yang saat itu adalah petugas baru di kantin tersebut tak mengizinkannya. Di kala itulah, perempuan berhijab toska yang juga ingin membayar jajanannya, tersenyum seraya menyerahkan secarik uang untuk membayar secangkir kopi ku kepada Neng Kasir. Meskipun aku bersikeras menolak, tetapi dia tetap memberikannya pada Neng Kasir. Aku pun mengucapkan terima kasih seraya sedikit berbincang-bincang dengannya.
Namanya Delia, dan dia adalah mahasiswa jurusan Psikologi angkatan 2015, satu jurusan dan satu angkatan denganku. Tapi dikarenakan semester ini tidak ada jadwal kuliah kami yang sama, aku tak sedikitpun mengenalnya.
Dia adalah kombinasi sempurna yang ku masksud, kombinasi sempurna antara kecantikan wajahnya dan kecantikan hatinya.

......................................
Lima Februari Dua Ribu Enam Belas - Ketika sang surya tengah membara di langit Kota Bandung. Perkuliahan telah usai, aku pun berjalan untuk pulang ke kos ku yang berjarak kurang lebih 500 Meter dari kampus. Belum sampai sepuluh langkah berjalan, seseorang dengan sepeda motornya tiba-tiba berhenti tepat di sampingku. Dia adalah Delia. Delia menawarkan untuk mengantarkan ku pulang ke kos, dan sialnya aku tanpa sedikitpun basa-basi lansung menerima tawaran tersebut.
“Sejak kapan kamu jadi tukang ojek .....?” aku memulai percakapan.
“Eh... bukannya terima kasih malah menghina...”
“Maaf... cuman bercanda doang. Oya, boleh ku panggil namamu Yaya ...?”
“Hah kenapa pula Yaya, orang-orang biasa memanggilku Delia aja, kok kamu malah Yaya..”
“Ya... siapa tau kan suatu hari bisa lagi ku panggil Yayang...”
Yaya tertawa seraya memukul bahuku. Sekilas terasa perih, tapi ada rasa lain yang begitu istimewa, yang sama sekali tak bisa ku sampaikan lewat kata.
“Udah mulai berani ngegombal ya sekarang...”
“Untuk mu apa yang tidak...”
“Heleehhhh...”
Kami telah sampai di depan kos ku. Tak terasa perjalanan pulang dari kampus akhirnya bertemu ujung. Jika seandainya ada motor di dunia ini yang kecepatannya seperti keong, maka aku ingin kecepatan motor Delia saat itu layaknya kecepatan keong. Agar aku bisa lebih lama lagi bersama si pemilik wajah kombinasi sempurna ini.
Delia, eh salah... Yaya... Aku mencintaimu...

“Aku juga mencintaimu Kevin....” gumamku dalam hati
Meskipun Kevin selalu mengeluarkan gombalan pamungkasnya setiap kali bertemu aku, Kevin tidak pernah sekalipun menyatakan cintanya padaku. Dan ku akui, aku telah jatuh cinta padanya. Bukan karena gombalannya yang membuat siapapun terpesona, tapi karena rasa nyaman yang sama sekali tak bisa ku verbalkan ketika bersamanya.

“Maafkan aku Kevin.... Maafkan aku...”

***

Seperti biasanya, aku selalu bersemangat untuk berangkat kuliah meskipun jarak antara kos ku dengan kampus terbilang jauh. Jika ada suatu bulan dimana ada banyak kalender merah di dalamnya, maka itu adalah bulan yang paling ku benci. Dan aku selalu memimpikan setiap hari adalah jadwal kuliah, berbeda halnya dengan mahasiswa kebanyakan. Itu semua karena ada sipemilik wajah kombinasi sempurna yang selalu menemani hari-hariku di kampus.

Hari ini terasa agak berbeda dengan hari-hari biasanya, karena hari ini aku akan menyampaikan perasaanku kepada Yaya, tidak dengan sepucuk bunga, tetapi sepasang sepatu. Mungkin terbilang aneh, karena kebanyakan pria tidak suka memberikan hadiah sepatu kepada perempuan yang disukainya sebab beranggapan harga dirinya akan diinjak-injak oleh perempuan tersebut. Tapi tidak denganku. Karena bukanlah Kevin jika tak berbeda dengan orang lain. Sengaja ku memilih sepatu karena harapanku, surga untuk anak-anak kami esoknya (Insya Allah) akan terlindungi oleh sepatu tersebut.

Aku datang lebih awal dari biasanya, karena ku tahu Yaya selalu datang lebih awal dari kawan-kawan yang lain. Perjalanan ke kampus pun menemui ujungnya. Aku telah berada tepat di depan lokal. Ritme jantungku berbeda dari biasanya. Perlahan aku langkahkan kaki seraya hatiku terus berdoa agar bisa mendapatkan Yaya.

“Astagfirullah... apa yang kau lakukan Yaya....?”
“Kevin...?”
“Apa yang terjadi Yaya.... Sungguh tak sedikitpun ku menduga kau seperti ini Yaya..”
“Kevin dengarkan penjelasanku dulu...”
“Tak perlu...”
“Kevin.... Kevin...!!!”

Ya Tuhan, apa yang telah terjadi padaku hari ini. Dan apa yang telah kusaksikan tadi ? Perempuan yang selama ini ku kenal kebaikan hatinya, kombinasi sempurna antara kecantikan wajah dan kecantikan hati, berbanding terbalik dengan yang kulihat barusan. Apa yang telah terjadi Tuhan... Aku menyaksikan dengan kepalaku sendiri Yaya sedang berc*m** dengan salah seorang dosen. Tak pernah sekalipun ku menduga akan seperti ini Tuhan. Harapan yang selama ini kuimpikan sirna sudah. Apa yang terjadi padamu Yaya....

Aku berlari secepatnya meninggalkan Yaya. Tak tahu mana arah tujuannya. Ku saksikan Yaya masih mengejarku dari belakang.

“Kevin... Kevin...!!! dengarkan penjelasanku dulu...”
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.....”

............................................

Ya Tuhan apa lagi yang telah terjadi...

Orang-orang telah memadati lokasi. Ku lihat Yaya telah tebaring lemah berlimang darah di sekujur tubuhnya.
“Yaya... bangun Ya...
Jangan tinggalkan aku Yaya...
Aku mencintaimu...
Aku tak bisa hidup tanpamu Yaya...
Bangun Ya...
Jangan tinggalkan aku...
Pliss... bangun sayang...
Lihat Ya... aku telah menyiapkan sepasang sepatu untuk pelindung surga anak-anak kita nantinya... kau sukakan.. ?
Jawab aku Ya...
Pliss..... jawab sayang....”

Dia tidak sedikitpun mendengarkan ucapanku. Tubuhnya lemah, bersimbah darah. Ya Tuhan, apa yang telah terjadi...
“Yaya pliss.... Jangan tinggalkan aku sayang...”

Bersambung..............
Padang, 4 Maret 2018 (Ch@nd98)

0 komentar:

Posting Komentar

 
HMJ Sejarah UNP © 2017-2018